For My Lovely Son, Dhika...



Mendampingi Anak Merajut Masa Depannya

”Nikmati masa kebersamaan dengan anak-anak dan jangan dipusingkan kalau mereka melakukan sesuatu yang mengesalkan”. “Mana mungkin tidak pusing dan kesal, kalau kelakuan anak-anak sulit diberitahu, susah diatur dan sebagainya dan sebagainya. Nggak mungkin, nggak mungkin” Mana yang benar ? Setiap orang punya pengalaman dan pendapat sendiri. Namun pengalaman kami mungkin akan bermanfaat untuk direnungi.

Hari ini, 23 Februari 2008, Dhika, Putera kedua kami memasuki usia 17 tahun, saat yang indah untuk bersamanya bahkan kata orang lebih indah dari ulang tahun yang lalu selama hidup. Kami tidak dapat bersama karena Dhika sekolah di Bandung. Sapaan penuh kegembiraan, canda dan harapan hanya terjadi lewat telepon “SELAMAT ULANG TAHUN ,SAYANG...”.Sesaat kemudian terbayang kejadian 17 belas tahun silam, bungsu kami sangat aktif di dalam perut, bergerak kesana kemari sehingga nyangkut tidak bisa keluar lewat jalan lahir normal. Dokter memutuskan keluar melalui sobekan di perut dan ALHAMDULILLAH bayi mungil lahir dengan berat 4.1 kg. Namun kami harus bersabar dalam kegembiraan karena Hb darah si bungsu turun. ASI dan SINAR MATAHARI yang memancar dengan penuh cinta selama 1 minggu dapat menormalkan kembali Hb darah si bayi mungil dan kami dapat bergembira kembali dengan lepas.

Kami tertawa dan senang ketika si bayi melempar barang yang ada dimeja karena kami tahu si bayi hanya ingin bermain. Kami sedih ketika si bayi menangis karena kami tahu si bayi butuh perhatian. Pokoknya, hanya ada perhatian, senang, tertawa, perhatian, senang dan tertawa, nggak ada yang lain.

Ketika berbicara di telepon pagi hari, Kami sepakat untuk merayakan ulang tahun Dhika yang ke 17 pada tanggal 27 Februari di Bandung bertepatan dengan wisuda kakaknya yang baru lulus dari Jurusan Psikologi UNPAD. Namun, kesepakatan itu tidak serta memupus kerinduan kami untuk bersamanya. Sore hari, walau hujan deras mengguyur kota Tangerang, kami keluar rumah untuk menghibur diri menuju Sumarecon Mall Serpong (SMS). Kami mencoba merekayasa hati dan pikiran seolah Dhika ada bersama kami. Tiba-tiba kami melihat banyak orang tua dan anak-anak sedang menyaksikan pameran Sekolah taman kanak-kanak. Serta – merta ingatan kami kembali menerawang ke-puluhan tahun silam manakala di Lantai I - Sumarecon Mall. Kala itu, Dhika ”Si Pipi Tomat” (panggilan sayangnya ketika kecil) baru berusia 3,5 tahun, Dhika minta masuk sekolah Taman Kanak-Kanak yang berada tidak jauh dari tempat tinggal. Mungkin karena setiap pagi kami selalu mengajak Dhika jalan melalui sekolah tersebut dan sifatnya yang pemberani menimbulkan keinginannya untuk sekolah. Hanya 2 minggu Mamanya dan Mba Eha (pengasuh putera kami) ikut masuk ke kelas, si kecil “pipi tomat” sudah mulai menikmati masa belajar pertamanya di Taman Kanak-kanak Bulog bersama guru dan teman kelas. Tempat bermain dan lingkungan yang nyaman membuat Dhika sangat senang mengeksploitasi dirinya tanpa harus ditemani saya terkecuali pada saat mengantar dan menjemput dari sekolahnya.

Kami tertawa dan senang ketika baju si kecil kotor karena kami tahu si kecil sedang bergembira dengan teman dan mainannya, Kami prihatin ketika si kecil menangis karena kami tahu ada sesuatu yang tidak dia mengerti dan mengganggunya. Pokoknya, hanya ada perhatian, kelucuan, tertawa dan senang.

Sejak Bayi, 2 tahun di Taman Kanak-kanak dan 6 tahun di Sekolah Dasar, Dhika selalu berada dalam jangkauan mata dan perhatian kami. Pagi Sekolah Dasar, siang Sekolah Madrasah dan main bola dengan teman dilingkungan merupakan kegiatan rutinnya. Hampir setiap hari minggu, bersepeda santai, berenang menjadi kesenangan bersama. Ada beberapa kali kami terpaksa meninggalkan Dhika di rumah bersama Nenek karena harus keluar kota, tetapi kontak melalui telepon dan sms selalu kami lakukan. Dhika pandai menyusun kata di sms untuk menyatakan perasaan dan keadaan selama kami tinggal. Suatu hari, ketika masa ujian akhir Sekolah Dasar sudah dekat, Dhika pulang dari rumah om Irfan (adik ipar kami) dengan membawa brosur Al-Kautsar Boarding School dan minta sekolah di Sukabumi. Walau kami tidak pernah mengarahkan atau menganjurkan Dhika untuk sekolah ber-asrama, mungkin Dhika ingin mengikukti jejak kakaknya yang sekolah di SMU Dwiwarna, Bogor. Untuk menyakinkan niatnya, kami ajak Dhika mengunjugi sekolah tersebut yang jauh dari keramaian kota dibawah kaki gunung salak namun memiliki fasilitas yang sangat baik. Keinginannya tidak surut bahkan ketika orang tua diwawancara pada saat pendaftaran, saat itu Dhika bilang ”kalau Dhika nggak diterima pasti karena jawaban papa yang nggak mendukung”. Besarnya minat Dhika sekolah di boarding membuat kami terpaksa mencari sekolah boarding yang lain disekitar Bogor, Puncak, Sukabumi dan Bandung untuk sebagai cadangan. Alhamdulillah, niat Dhika terkabulkan dan tibalah saatnya akan berpisah dengan teman-temanya dirumah. Malam itu, Dhika minta dibelikan ayam untuk dibakar bersama temannya. Ketika Dhika bergembira diluar bersama teman-teman, kami didalam sibuk membereskan baju dan perlengkapan yang harus dan boleh dibawa. Perasaan kami, Dhika, nenek, pengasuh dan teman-temannya hanya diri masing-masing yang tahu.

Kami tidak kecewa dan marah ketika nilai rapor Dhika tidak termasuk hitungan apalagi 10 besar karena kami tahu Dhika telah berusaha dan masih terus berkembang, Kami tidak kecewa dan marah ketika Dhika tidak diterima di SMP Unggulan karena kami telah memberi kebebasan memilih dan Boarding School adalah pilihannya, Kami tidak kecewa dan marah ketika Dhika mengecat rambutnya karena kami tahu ’Meniru’ adalah salah satu ciri anak-anak. Pokoknya kami selalu bersamanya, menerima kelakuannya tanpa mempermasalahkan dan pada kesempatan yang santai kami berdiskusi bukan menilai/menggurui tentang tindakan/keputusannya yang lalu.

Kami boleh menginap di asrama selama satu malam setelah mengantar Dhika pertama kali ke asrama dan besoknya kami harus pulang dengan linangan air mata. Setiap berpisah dengan Dhika, kami berpelukan, melambaikan tangan, mengucurkan air mata, dan mendengar rintihan panggilannya ”Papa.......... Mama.........” (menyiratkan kalau dia tidak ingin ditinggal). Setiap minggu dalam tiga bulan pertama kejadian memilukan berulang terus. Detik, menit, hari, bulan dan tahun berlalu. Akhirnya, tidak ada lagi kejadian manis seperti ketika Dhika pertama kali masuk asrama. Kami hanya mendengar dan mengetahui, Dhika bangun shalat shubuh ke masjid, mandi, membereskan kamar tidurnya, meletakkan pakaian kotor ditempatnya, makan bersama, sekolah, mengambil pakaian bersih di Laundry sekolah dan membereskan kembali ke lemarinya. Bermain basket diantara teman kelas yang badannya yang jauh lebih tinggi dan mewakili sekolah dalam lomba basket antar SMP se Sukabumi. Berenang diantara kesibukan belajarnya dan mewakili sekolah dan daerah Sukabumi dalam Lomba Renang di Bandung. Setiap bulan kami mengunjunginya dan membawa pulang untuk kumpul bersama kami. Dhika telah tumbuh menjadi dirinya sendirinya, Dhika selalu bercerita tentang yang terjadi dan tidak lupa dengan menyelipkan pandangan dan sikapnya.

Kami tidak kecewa dan marah dengan keputusannya yang kemudian tidak bisa dijalani oleh Dhika, kata dan sikap kami tidak menyiratkan kekecewaan, karena kami tahu Dhika telah kami biarkan membuat keputusan untuk dirinya dan kami harus tetap disampingnya untuk meneguhkan dan mengarahkan aktifitas yang harus dilakukan untuk menunjang keputusan yang telah dibuatnya sendiri.

Lulus SMP Al-Kautsar, Dhika membuat keputusan untuk tetap sekolah berasrama. Kami mengunjugi SMU Muthohari Bandung, MAN Insan Cendekia dan melihat brosur SMU Nurul Fikir di Anyer, SMU Nusantara di Malang. Diantara pilihan yang ada, Dhika memilih SMU Muthohari Bandung. Pilihan Dhika sesuai dengan saran kakaknya,Andhit, kepada kami ”Pa, Dhika sekolah di SMP dalam lingkungan dengan interaksi yang minimal dengan lingkungan (masyarakat). Sebaiknya interaksi Dhika dengan lingkungan mulai ditingkatkan secara selektif, diperkenalkan dengan lebih baik untuk pilih Muthohari karena konsep asrama yang diterapkan tetap berinterkasi dengan masyarakat yang telah bekerjsama dengan Muthohari dalam membina anak-anak”. Kali ini, tidak ada deraian air mata pada saat kami berpisah ,tapi terus terang kekhawatiran karena wilayah Kiaracondong dalam ingatan kami penuh dengan hal-hal yang berbau kenakalan. Kami hanya berpesan ”Jauhi 5 hal, Jangan main perempuan, Jangan madat/narkoba, Jangan mabuk-mabukan, Jangan berjudi, Jangan mencuri”.

Kami tidak kecewa dan marah ketika biaya pulsa bulan pertama dan kedua di Bandung, biaya pulsa Hp-nya diatas Rp 1 juta karena kami tahu Dhika sedang berusaha untuk beradaptasi. Kami tidak kecewa dan marah ketika nilai rapornya dibawah rata-rata karena kami tahu setiap orang tidak mungkin menguasai banyak hal. Kami tidak marah dan kecewa ketika Dhika punya pacar, karena kami tahu Dhika butuh teman untuk memotivasi dirinya dalam belajar. Kami tidak kecewa dan marah ketika motornya hilang karena kami tahu Dhika belum mengubah perilakunya untuk hidup tertib seperti kami.

Apa hasilnya dari pola hubungan yang kami bangun selama ini ? Ketika makan bersama di Mc Donald setelah menghadiri wisuda kakaknya, Dhika bercerita :

  1. Dhika selalu berusaha untuk menghormati guru dan menyayangi teman, tapi Dhika mengambil sikap tegas untuk tidak menerima teman-teman yang datang ketempat kost untuk bermain kecuali untuk belajar.
  2. Dhika mengajak teman kelasnya makan untuk merayakan ultah Dhika dan sebelum pulang Dhika bicara seperti yang suka papa contohkan, kalau sehabis makan-makan dengan staf Eksekutif ”Saya ngajak teman teman makan bukan karena saya banyak uang, tetapi saya ingin menunjukkan bahwa saya butuh kalian seperti halnya kalian butuh saya untuk bersama-sama kita mempersiapkan Ujian Akhir Nasional, Jangan pernah merasa dibebani apabila guru meminta kita lebih rajin mengerjakan soal, tapi jadikanlah semuanya sebagai sebuah kesenangan

Waktu bersamanya memang tidak banyak, tapi kami telah berusaha untuk menikmati sebanyak mungkin. Doa yang selalu kami panjatkan ”Ya ALLAH betapa kami memiliki banyak kekurangan dan kelemahan dalam membimbing anak anak kami, oleh karena itu Ya ALLAH Lindungi anak kami dari Fitnah Dunia dan Akhirat, Mudahkan jalannya untuk menempuh cita-cita tapi jangan Engkau biarkan Dia menjauhi-MU, Bimbinglah anak-anak kami untuk selalu mengingat-MU”.

Kami telah diinspirasikan oleh ungkapan Dorothy Law Nolte berikut ini,

  • Kalau seorang anak hidup dengan kritik, ia akan belajar menghukum
  • Kalau seorang anak hidup dalam permusuhan, ia akan belajar kekerasan
  • Kalau seorang anak hidup dengan olokan, ia akan belajar menjadi malu
  • Kalau seorang anak hidup dengan rasa malu, ia belajar merasa bersalah
  • Kalau seorang anak hidup dengan dorongan, ia belajar percaya diri
  • Kalau seorang anak hidup dengan keadilan, ia belajar menjalankan keadilan
  • Kalau seorang anak hidup dengan ketenteraman, ia belajar tentang iman
  • Kalau seorang anak hidup dengan dukungan, ia belajar menyukai dirinya sendiri
  • Kalau seorang anak hidup dengan penerimaan serta persahabatan, ia belajar mencintai dunia

Selamat Ulang Tahun sayang, Selamat berjuang ...
Doa kami senantiasa bersamamu
Rabbana hablana min zurriyyatina. Innaka Antal Wahhab
Robbijalni zurriyati min ibadikassholihin
Amin .Amin Ya Robbal alamin

3 comments:

Anonymous said...

Subhanallah....
enak banget yah jadi anak Bapak...punya ayah yang full understanding dan demokrasi, nda seperti riwayat typical orang tua dulu yang pemaksa dan 'harus'.
but anyway, semoga Dhika kelak sukses dalam Agama dan pendidikannya. kalo didikan model Bapak begini, yakin banget saya, kalo anak2 Bapak bisa sukses sesuai cita2. Rahmatan Lil 'alamiin (Amiin...Insha Allah)

child said...

hai pa.
dika sedang di warnet try to sent our photo last time.
makasih ya pa atas tulisannya.
dika sudah promosikan ke beberapa temen dika.
ada yang berkomentar seperti ini..

(Gua udah baca jess
beruntung lu punya bokap kaya gt,,,
semoga sukses ajalah
haha)

semoga tulisan papa bisa jadi inspirasi untuk kita semua, dan terkabul semua doanya.
amin.

salam syang.
dhika

sekar niti wijayanti said...

ass..om..
saya sekar temen dika..alhamdulillah ya om dika punya seorang ayah kaya om..habis saya baca blog om,ga kerasa air mata saya juga turun dengan perasaan haru..andai orang tua saya juga bisa menunjukan rasa sayangnya seperti om.mungkin saya juga bangga banget..tapi memang ungkapan rasa sayang itu berbeda-beda ya om,tapi saya yakin orangtua saya begitu mencintai saya..dhika emang om temen yang baik dikelas,walaupun kadang jahil juga sih,tapi ya gitulah om sering bikin saya sering sewot,karena dhika itu sering ngatain saya si 'GAJAH',padahal dia ga sadar badan dia juga gede,walaupun ga gendut..hehe
terusin lagi ya om tulisan om di blog ini..saya bakal jadi penggemar setia om!
semangat!