Tak sulit, memilih Perguruan Tinggi berkualitas


(SMART News – Tabloid Referensi Pendidikan, Edisi i, Tahun 1, Maret 2008)
Mencari perguruan tinggi (PT) yang berkualitas itu sebenarnya mudah, dan dapat dilihat dengan kasat mata. Tak percaya? Coba ikuti langkah ini, datangi kampus, lihat ruang dosen tetapnya yang tidak memiliki jabatan struktural. Lantas, perhatikan laboratoriumnya, bagaimana dengan hasil karya penelitian. Itu saja kok. Bila kedua faktor itu sudah tercukupi dan tertata dengan baik oleh PT tersebut, itu sudah merupakan indikasi bahwa PT tersebut berkualitas.


"Kalau saya ditanya bagaimana memilih perguruan tinggi yang baik, maka yang akan saya sarankan kepada calon mahasiswa ataupun orang tua adalah lihat ruang dosen tetapnya. Sebab, PT hanya bisa maju kalau dosen tetapnya banyak, atau dengan kata lain cukup proporsional," kata dosen Universitas Indonusa Esa Unggul,lr. Aziz Luthfi, M.Sc. Aziz dalam percakapan dengan smart news di ruang kerjanya.
Komposisi jumlah dosen tetap yang ideal jika mengacu kepada standar pemerintah untuk jurusan eksakta adalah 1:25, dan jurusan sosial 1:30. Artinya, pada jurusan eksakta, bila jumlah mahasiswanya ada 25 orang maka dosen tetapnya mini¬mal harus 1 orang. "Hitung saja jumlah dosen tetapnya. Kalau jumlah mahasiswanya 1.000, berarti dosen tetapnya harus ada 40," ucapnya. Menurut Aziz, fungsi dosen tetap di sini adalah untuk mengembangkan ilmu pengetahuan di samping untuk mengawal proses pendidikan itu sendiri. Kalau bukan dosen tetap yang mengembangkan dan mengawal proses transfer knowledge (pengetahuan), lantas siapa lagi. Itu sebabnya PT yang memiliki dosen tetap banyak merupakan jaminan kualitas PT tersebut.

Dosen tetap yang dimaksud adalah yang tidak diserahi jabatan struktural. Kalau semua dosen tetap lari ke struktural siapa yang mengawasi perkembangan ilmu yang diajarkan di PT tersebut? Apakah pendidikan terjamin kalau semua dosen masuk ke struktural? Aziz menyayangkan banyak PT yang menepatkan dosen bergelar profesor pada jabatan struktural, dan itu jumlahnya banyak. "Konsekuensi-nya dipertanyakan siapa yang berperan melakukan pengembangan ilmu di PT tersebut."

Kendati demikian keberadaan dosen tidak tetap (guest lecterer) tetap diperlukan. Fungsinya untuk melengkapi dan memperkaya mahasiswa saat mengimplementasikan ilmunya. Alasannya, dosen tidak tetap yang merupakan para praktisi memiliki pengalaman yang dapat ditularkan kepada mahasiswa. Jumlah dosen tidak tetap ini pun tetap harus proporsional, disesuaikan kebutuhan PT.
Terkait soal efisiensi, Aziz menilai, efisiensi perlu dilakukan. Apalagi untuk perguruan tinggi swasta (PTS) yang tidak mendapatkan subsidi dari pemerintah, efisiensi sangat diperlukan agar bisa tetap survive. Namun efisiensi tak harus dilakukan dengan mengurangi dosen tetap dan memperbanyak dosen tidak tetap karena kedua-duanya sama-sama dibutuhkan.

Indikator ke-2 untuk menilai kualitas PT adalah kelengkapan fasilitas laboratorium. Sering kali calon mahasiswa atau orang tua sudah merasa cukup dan mengetahui kualitas PT dengan hanya mendengar dari orang lain atau membaca berita.
"Buat saya, kualitas itu riil. Kita bisa melihat langsung ke kampusnya, dengan melihat laboratoriumnya dan jumlah hasil karya penelitiannya," tutur Aziz. Kalau hanya mendengar apa kata orang bagaimana bisa menilai kualitas PT. Ibaratnya, sebagai orang komunikasi, yang pandai memainkan kata-kata. "Durian yang sebenarnya kualitasnya jelek, namun karena kepintarannya bermain kata, orang menjadi merasa yakin bahwa durian itu kualitasnya bagus," ucapnya.
Untuk itu, Aziz menyarankan orang tua atau calon mahasiswa untuk datang langsung ke kampus melihat dengan kepala sendiri. Indikatornya sudah jelas dan bisa dilihat dengan kasat mata.

Soal kurikulum, Aziz menilai, pemerintah sudah memberikan kebebasan yang sebesar ¬besarnya kepada PT untuk menyusun kurikulum inti. Dengan kata lain, kurikulum inti ditetapkan oleh PT bersama orang-orang profesional. Pemerintah tidak campur tangan lagi dalam penetapan kurikulum yang berlaku nasional.
"Kecenderungannya sekarang ini kurikulum nasional bobotnya sudah semakin kecil. Alasannya, kompetensi keahlian yang bisa distandarisir oleh pemerintah sangat kecil. Oleh karena itu yang ditonjolkan saat ini adalah komponen lokalnya. Pertanyaannnya adalah mampukah PT mengisi kekosongan," tuturnya.
Dia mencontohkan, ada satu program studi yang kurikulum nasionalnya 70 SKS (satuan kredit semester). Karena untuk mencapai jenjang S1, mahasiswa harus sudah menempuh 144 SKS, maka PT memiliki keleluasan untuk menetapkan kurikulum lokal 70 SKS.
"Nah, kalau PT tersebut tidak diisi orang-orang vang memiliki pikiran yang jauh ke depan, tentu sayang sekali. Kembali saja kita ke sistem yang lama dengan menetapkan seluruhnya lewat kurikulum nasional. Di situlah urgensinya mengapa kualitas PT bisa dilihat dari berapa banyak jumlah dosen tetapnya termasuk yang bergelar profesor yang mengawasi proses perkembangan ilmu di PT.

2 comments:

barry_irawan said...

Assalamu'alaikum Pak Haji,
bagus blog-nya. Saya mampir kesini setelah ada komentar anda kepada blog Taufik (wartawan Tempo) di Milis sman_24_yahoogroups. Habis berkunjung ke Taufik, mampir kesini kok terasa beda. Taufik nampaknya terlalu serius menulis di blog tidak jauh beda seperti menulis di majalahnya. Mampir kesini terasa berbeda, begitu religius dan nikmat..... Mengingatkan kembali bahwa mungkin saya telah melangkah salah dalam perjalanan hidup....
BTW, anda ada rencana datang ke reuni 24 di PLN tgl 23 Maret?

Wassalam,
B.Irawan
Belkom'73

Anonymous said...

Assalamu'alaikum pak, saya mau tanya kalo indikator perguruan tinggi berkualitas itu yg seperti apa ya pak ?